Senin, 11 Februari 2013

Pramoedya Ananta Toer Dari Wikiquote Indonesia, koleksi kutipan bebas berbahasa Indonesia.

Kutipan otentik

  • Keadaan seluruh dunia berubah. Sekarang apa? Negara-negara komunis pun mengakomodasi kapitalisme. Perang Dingin tidak ada lagi. Saya sendiri tetap seperti dahulu, menentang ketidakadilan dan penindasan. Bukan sekadar menentang, tetapi melawan! Melawan pelecehan kemanusiaan. Saya tidak berubah. (Nama Saya Tidak Pernah Kotor. Jawa Pos, 18 April 1999)
  • Saya tutup buku dengan kekuasaan. Mereka selalu bilang, kami tutup buku dengan napol/tapol, nah saya juga bilang begitu, tutup buku dengan kekuasaan. (Suara Independen no.3/I: Augustus 1995)
  • Saya ini kagum kepada Bung Karno. Ia sanggup melahirkan nation, bukan bangsa, tanpa meneteskan darah. Mungkin dia satu-satunya, atau paling tidak satu di antara yang sangat sedikit. Kelahiran nation itu biasanya, dimana saja, mandi darah. (Suara Independen no.3/I: Augustus 1995)
  • Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan. (Rasialisme Anti-Tiong Hoa dan Percobaan Menjawabnya: 22 Oktober 1998)
  • Dalam tahanan di RTM tahun 1960 saya mendapatkan kata baru dari dunia kriminal: brengsek. Sekarang saya dapat kata baru pula: di-aman-kan, yang berarti: dianiaya, sama sekali tidak punya sangkut-paut dengan aman dan keamanan. Sebelum itu saya punya patokan cadangan bila orang bicara denganku: ambil paling banyak 50% dari omongannya sebagai benar. Sekarang saya mendapatkan tambahan patokan: Kalau yang berkuasa bilang A, itu berarti minus A. Apa boleh buat, pengalaman yang mengajarkan. (Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer kepada Keith Foulcher: Jakarta, 5 Maret 1985)
  • Saya pegang ajaran Multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia. (Saya tidak Pernah Jadi Budak”: Tempo NO. 04/XXVIII/30 Mar - 5 April 1999)

Tetralogi Buru

Bumi Manusia

Bumimanusia.jpg
  • "Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri " (Mama/Nyai Ontosoroh, hal 39)
  • "Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan. (Jean Marais, hal 52)
  • "Cinta itu indah, Minke, terlalu indah, yang bisa didapatkan dalam hidup manusia yang pendek ini. (Jean Marais, 55)
  • "Tak ada cinta muncul mendadak, karena dia anak kebudayaan, bukan batu dari langit. (Jean Marais, 55)
  • "Melawan, Minke, dengan segala kemampuan dan ketakmampuan. (Jean Marais, 60)
  • "Hidup bisa memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima. (Mama, 73)
  • "Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput. (Mama, 119)
  • "Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya , tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini. (Mama, 120)
  • "Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya . (Minke, 135)
  • "Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas. (Bunda, 138)
  • "Kau terpelajar, cobalah bersetia pada katahati. (Jean Marais, 203)
  • "Suatu bangsa yang telah mempertaruhkan jiwa-raga dan harta benda untuk segumpal pengertian abstrak bernama kehormatan. (Miriam de la Croix, 212)
  • "Melawan pada yang berilmu dan berpengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan. (Miriam de la Croix, 213)
  • "Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan. (Magda Peters, 233)
  • "Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai. (Magda Peters, 233)
  • "Tak pernah ada perang untuk perang. Ada banyak bangsa yang berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan berguguran berkeping-keping seperti bangsa Aceh sekarang ini...ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati, hidup atau kalah-menang. (Jean Marais, 250)
  • "Cinta tak lain dari sumber kekuatan tanpa bendungan bisa mengubah, menghancurkan atau meniadakan, membangun atau menggalang. (Dr. Martinet, 279)

Anak Semua Bangsa

Anaksemuabangsa.jpg
  • "Barang siapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati. (Mama, 4)
  • "Nama berganti seribu kali dalam sehari, makna tetap. (Mama, 20)
  • "Kalau hati dan pikiran manusia sudah tak mampu mencapai lagi, bukankah hanya pada Tuhan juga orang berseru? (Panji Darman/Jan Dapperste, 33)
  • "Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu. (Jean Marais, 55)
  • "Mendapat upah karena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya pelacuran? (Jean Marais, 59)
  • "Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama. kan kau sendiri pernah bercerita padaku: nenek moyang kita menggunakan nama yang hebat-hebat, dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam kekosongan. Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya. Tapi si penipu tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu dan pengetahuannya. (Mama, 77)
  • "Benih yang tidak sempurna akan punah sebelum berbuah. (Mama, 79)
  • "Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Di mana pun ada malaikat dan iblis. Di mana pun ada iblis bermuka malaikat, dan malaikat bermuka iblis. Dan satu yang tetap, Nak, abadi : yang kolonial, dia selalu iblis. (Mama, 83)
  • "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)
  • "Dengan ilmu pengetahuan modern, binatang buas akan menjadi lebih buas, dan manusia keji akan semakin keji. Tapi jangan dilupakan, dengan ilmu-pengetahuan modern binatang-binatang yang sebuas-buasnya juga bisa ditundukkan. (Khouw Ah Soe, 90)
  • "Pernah kudengar orang kampung bilang: sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya. (Robert Suurhorf, 98)
  • "Inilah jaman modern, Minke, yang tidak baru dianggap kolot, orang tani, orang desa. Orang menjadi begitu mudah terlena, bahwa di balik segala seruan, anjuran, kegilaan tentang yang baru menganga kekuatan gaib yang tak kenyang-kenyang akan mangsa. Kekuatan gaib itu adalah deretan protozoa, angka-angka, yang bernama modal. (Miriam de La Croix, 107)
  • "Apa akan bisa ditulis dalam Melayu? Bahasa miskin seperti itu? Belang bonteng dengan kata-kata semua bangsa di seluruh dunia? Hanya untuk menyatakan kalimat sederhana bahwa diri bukan hewan. (Minke, 114)
  • "Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri. (Kommer, 119)
  • "Kartini pernah mengatakan : mengarang adalah bekerja untuk keabadian. (Kommer, 121)
  • "Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit. (Kommer, 199)
  • "Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan. (Kommer, 199)
  • "Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia. (Kommer, 204)
  • "Revolusi Perancis, mendudukkan harga manusia pada tempatnya yang tepat. Dengan hanya memandang manusia pada satu sisi, sisi penderitaan semata, orang akan kehilangan sisinya yang lain. Dari sisi penderitaan saja, yang datang pada kita hanya dendam, dendam semata...(Kommer, 204)
  • "Orang rakus harta benda selamanya tak pernah membaca cerita, orang tak berperadaban. Dia takkan pernah perhatikan nasib orang. Apalagi yang hanya dalam cerita tertulis. (Mama, 382)
  • "semua yang terjadi di kolong langit ini adalah urusan setiap orang yang berfikir. (Kommer, 390)
  • "Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang memang berjiwa kriminil, biar pun dia sarjana. (Kommer, 390)

Jejak Langkah

Jejaklangkah.jpg
  • "...dan modern adalah juga kesunyian manusia yatim-piatu dikutuk untuk membebaskan diri dari segala ikatan yang tidak diperlukan: adat, darah, bahkan juga bumi, kalau perlu juga sesamanya. (Minke, 2)
  • "Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. (Von Kollewijn, 32)
  • "Persahabatan lebih kuat dari pada panasnya permusuhan. (Bunda/Minke, 46)
  • "Dahulu, nenek moyangmu selalu mengajarkan, tidak ada yang lebih sederhana daripada hidup: lahir, makan-minum, tumbuh, beranak-pinak dan berbuat kebajikan. (Bunda, 65)
  • "Setiap hak yang berlebihan adalah penindasan. (Minke, 82)
  • "Orang Belanda sering membisikkan: berbahagialah mereka yang bodoh, karena dia kurang menderita. Berbahagialah juga kanak-kanak yang belum membutuhkan pengetahuan untuk dapat mengerti. (Minke, 113)
  • "Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri. (Minke, 113)
  • "Apa bisa diharapkan dari mereka yang hanya bercita-cita jadi pejabat negeri, sebagai apapun, yang hidupnya hanya penantian datangnya gaji? (Minke, 163)
  • "Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya, kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya. Kalau dia tak mengenal sejarahnya. Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya. (Minke, 202)
  • "Berbahagialah dia yang tak tahu sesuatu. Pengetahuan, perbandingan, membuat orang tahu tempatnya sendiri, dan tempat orang lain, gelisah dalam alam perbandingan. (203, Minke)
  • "Setiap permulaan memang sulit. Dengan memulai setengah pekerjaan sudah selesai, kata pepatah. (Van Heutsz, 264)
  • "...bila akar dan batang sudah cukup kuat dan dewasa, dia akan dikuatkan oleh taufan dan badai. (Raden Tomo, 277)
  • "Jangan Tuan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya. (Frischboten, 291)
  • "Tetapi manusia pun bisa mengusahakan lahirnya syarat-syarat baru, kenyataan baru, dan tidak hanya berenang diantara kenyataan-kenyataan yang telah tersedia. (Minke, 339)
  • "Semua ditentukan oleh keadaan, bagaimanapun seseorang menghendaki yang lain. Yang digurun pasir takkan menggunakan bahtera, yang di samudera takkan menggunakan onta. (Minke, 394)
  • "Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan. (Minke, 430)
  • "Di balik setiap kehormatan mengintip kebinasaan. Di balik hidup adalah maut. Di balik persatuan adalah perpecahan. Di balik sembah adalah umpat. Maka jalan keselamatan adalah jalan tengah. Jangan terima kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan tengah—jalan ke arah kelestarian. (Minke, 442)


Rumah Kaca

Rumahkaca.jpg
  • "Betapa sederhana hidup ini sesungguhnya yang pelik cuma liku dan tafsirannya. (Pangemanann, 38)
  • "Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humaniora memang indah bila diucapkan para mahaguru—indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya. (Pangemanann, 39)
  • "Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya. (Pangemanann, 46)
  • "Orang begitu tabah menghadapi kehilangan kebebasannya, akan tabah juga kehilangan segala-galanya yang masih tersisa. (Pangemanann, 53)
  • "Seorang tanpa prinsip adalah sehina-hina orang manusia setengik-tengiknya. (Pangemanann, 73)
  • "...soalnya memang kertas-kertas yang lebih bisa dipercaya. Lebih bisa dipercaya daripada mulut penulisnya sendiri. (Tuan L, 92)
  • "Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian. (Pangemanann, 138)
  • "...dan apalah artinya kebahagiaan kalau bukan rangkaian kesenangan detik demi detik tanpa nurani berjingkrak-jingkrak menggugat. (Pangemanann, 141)
  • "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. (Minke, 352)
  • "Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya. (Pangemanann, 409)
  • "Sejak jaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila. Bahkan pertama-tama mereka yang membuang diri, seorang diri di tengah-tengah hutan atau samudera masih membawa padanya sisa-sisa kekuasaan sesamanya. Dan selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai, orang berpolitik. (Minke, 420)
  • "Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia. (Minke, 436)
  • "Pada akhirnya persoalan hidup adalah persoalan menunda mati, biarpun orang-orang yang bijaksana lebih suka mati sekali daripada berkali-kali. (Pangemanann, 443)
  • "Bagaimanapun masih baik dan masih beruntung pemimpin yang dilupakan oleh pengikut daripada seorang penipu yang jadi pemimpin yang berhasil mendapat banyak pengikut. (Pangemanann, 443)
  • "Gairah kerja adalah pertanda daya hidup; dan selama orang tidak suka bekerja sebenarnya ia sedang berjabatan tangan dengan maut. (Pangemanann, 460)
  •  
  •  
  • Sumber: Wikiquote

Aher-Deddy Janjikan 10 Hal


KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
 Ahmad Heryawan

 
 
 
BANDUNG, KOMPAS.com — Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat periode 2013-2018, Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar, menjanjikan 10 hal jika terpilih dalam Pilkada Jawa Barat 2013. Keduanya merasa optimistis dapat memenuhi komitmen yang menjadi targetnya dalam membangun Jabar.

Saat menyampaikan visi-misi dalam Rapat Paripurna istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat di Bandung, Kamis (7/2/2013), Heryawan menjanjikan dua juta lapangan kerja baru dan mencetak 1.000 wirausaha baru. Mereka juga akan menggratiskan biaya pendidikan mulai dari SD hingga SLTA serta menyediakan beasiswa untuk pemuda, tenaga medis, keluarga atlet berprestasi, dan guru.

"Kami akan menggratiskan SPP SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA, serta membangun 20.000 ruang kelas baru," kata Deddy.

Di bidang olahraga, Aher-Deddy berjanji membangun stadion olahraga di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat. Pasangan itu juga berkomitmen membangun pusat seni dan budaya di setiap kabupaten/kota serta menyediakan dana sebesar Rp 4 triliun untuk infrastruktur pedesaan.

Komitmen lainnya berupa revitalisasi 50.000 posyandu dan dana insentif kader posyandu, rehabilitasi 100.000 rumah rakyat miskin, dan memberikan dana bantuan pembangunan infrastruktur desa senilai Rp 100 juta per desa per tahun. Dana itu akan diberikan kepada 5.304 desa di Jabar. "Kami yakin, kami optimis target itu bisa tercapai," kata Heryawan.


Sumber: Kompas.com

Dikdik-Toyib Merasa Diremehkan Survei


KOMPAS/ANTONY LEE
Calon Gubernur Jabar dari jalur perseorangan, Dikdik Mulyana Arief dalam kampanye terbuka di Bogor, Jumat (8/2/2013).

 
 
KUNINGAN, KOMPAS.com - Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat Dikdik Mulyana Arief dan Cecep Nana Suryana Toyib merasa diremehkan karena berbagai survei menempatkan pasangan ini pada urutan terakhir dalam popularitas dan tingkat keterpilihan. Namun, mereka meyakini bisa meraup suara dari pemilih mengambang dan kelompok masyarakat yang kecewa pada partai politik.

Hal itu dikatakan Toyib di sela-sela kampanye di Pasar Cilimus, Kabupaten Kuningan, Senin (11/2/2013). Berbagai survei itu menunjukkan ada 80 persen massa di Jabar yang belum menentukan pilihan atau masih mengambang. ”Pasar ini masih luas untuk digarap calon perseorangan,” kata Toyib yang juga mantan Bupati Indramayu.

Selain itu, berbagai kasus korupsi yang menerpa kader parpol, menurut Toyib, juga menjadi salah satu pemicu kekecewaan masyarakat terhadap calon dari parpol. ”Pimpinan dari parpol sudah diberi kesempatan oleh rakyat dan ternyata banyak kasus yang menimpa mereka. Sekarang yang belum diberi giliran itu calon perseorangan,” katanya.

Di Garut, perajin kulit di Sukaregang mengharapkan bantuan instalasi pengolahan limbah terpadu. ”Perajin masih kesulitan membuang limbah bekas pencucian kulit. Beberapa perajin masih membuang ke Sungai Cimanuk,” ujar Jajang, perajin kulit Sukaregang, saat cagub Dede Yusuf mengunjungi sentra kerajinan kulit terbesar di Jabar itu.

Dede berjanji jika terpilih akan membantu menyediakan alat instalasi pengolahan limbah bagi perajin kulit di Sukaregang. Di satu sisi, kerajinan kulit menjadi tumpuan mata pencarian masyarakat, tapi jika limbahnya dibuang sembarangan akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam kunjungan kerja ke Tasikmalaya, Ketua Umum PKB yang juga Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan mendukung Dede Yusuf sebagai cagub Jabar.

Kesejahteraan buruh

Di Cimahi, para buruh mendambakan gubernur Jabar yang dapat meningkatkan kesejahteraan buruh. Mereka juga menginginkan penghapusan sistem kerja kontrak dan alih daya. Hal itu disampaikan saat menyambut kedatangan calon gubernur Jabar dari PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, Senin. ”Jika sistem kerja kontrak dihapus, mungkin saya sudah bisa menjadi karyawan tetap,” kata Nanung (34), buruh kontrak.

Rieke mengatakan, sistem kerja kontrak harus dihapus. Sementara untuk alih daya, hanya berlaku bagi kerja sampingan, bukan pekerjaan inti. ”Tak boleh ada tenaga outsourcing (alih daya) yang tak sesuai dengan undang-undang,” ujarnya.

Cagub Jabar Ahmad Heryawan menegaskan, pihaknya berkomitmen menciptakan dua juta kursi lapangan kerja. Komitmen ini diutarakan saat berkampanye di hadapan sekitar 3.000 pekerja PT Baju Indah Indonesia di Kelurahan Kadudampit, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi, Senin.

”Saya berani menetapkan komitmen dua juta lapangan kerja karena selama hampir lima tahun memimpin Jabar berhasil membuka 1,8 juta. Insya Allah untuk periode lima tahun mendatang, saya dengan Kang Deddy Mizwar mampu menciptakan paling sedikit dua juta lapangan kerja,” ujar Heryawan.

Kampanye hitam yang menyudutkan calon mulai terjadi pada hari kelima masa kampanye Pilkada Jabar. Ketua Panwaslu Jawa Barat Ihat Subihat mengemukakan hal itu terkait penyelenggaraan bedah buku ”Dari Sajadah Hingga Haram Jadah Praktik Politik Gubernur Ahmad Heryawan (2013)” yang digelar di Gedung Indonesia 99, Jalan Kejaksaan, Bandung. Acara digelar Indonesia 99 DPW Jabar. Mohamad Barli, Sekjen Indonesia 99, mengemukakan, bedah buku itu forum ilmiah.(REK/CHE/SEM/MHF/NIK/HEI/DMU)


Sumber: Kompas

Dede Yusuf Konvoi Keliling Garut



KRISTIANTO PURNOMO
Calon Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf 
 
 
GARUT, KOMPAS.com - Calon Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf melakukan kampanye dengan konvoi menyusuri sejumlah ruas jalan di kawasan kota di Kabupaten Garut, Senin (11/2/2013). Dede beserta rombongannya menggunakan bus diikuti puluhan mobil pendukungnya bergambar dan bertuliskan Dede Yusuf - Lex Laksamana (calon wakil gubernur).

Atribut pengusung utama Partai Politik Demokrat yang identik dengan warna biru mewarnai semua kendaraan para pesertai konvoi. Kedatangan pasangan calon nomor urut 3 itu disambut meriah masyarakat Garut.

Selain menggelar kampanye konvoi, Dede bersama Lex menemui masyarakat di kawasan pedagang kaki lima Jalan Ahmad Yani. Selanjutnya, Dede mengunjungi Pasar Mandalagiri dan menyapa serta bersalaman dengan masyarakat, kemudian mendatangi kawasan pusat perbelanjaan Garut Plaza.

Dalam kunjungannya itu, Dede disambut meriah oleh warga Garut yang kebanyakan kaum perempuan hanya sekedar bersalaman atau foto bersama. Kampanye dengan konvoi kendaraan itu menyebabkan kemacetan di kawasan Jalan Ahmad Yani, Jalan Ciwalen, Jalan Guntur dan sejumlah ruas jalan kota Garut lainnya yang didatangi pasangan calon gubernur itu.

Di sela-sela kunjungan di Garut Plaza, Dede meminta dukungan kepada seluruh warga Garut dalam pencalonannya menjadi pemimpin di Jawa Barat. "Kami minta doa dan dukungannya, dan jangan lupa untuk memilih," kata Dede yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur.

Sementara itu, Lex mengajak masyarakat Garut untuk bersama-sama membangun Jawa Barat menjadi lebih baik. "Kita bersama-sama bebarengan dengan warga Garut untuk menjabarkan apa yang diperlukan masyarakat," kata Lex.


Sumber: Kompas.com

Menengok Sisa-sisa Kejayaan Medan Prijaji di Bandung


Menengok sisa-sisa kejayaan Medan Prijaji di Bandung 
Kantor Medan Prijaji kini. 


Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) merupakan sebuah bangunan bersejarah di kota Bandung. Berletak di Jalan Naripan nomor 7 Bandung, Gedung yang didominasi warna merah muda ini berfungsi sebagai tempat pergelaran pertunjukan seni dan budaya.

Dari masa ke masanya bangunan seluas 2000 meter persegi ini tidak pernah sepi dari aktivitas. Siapa menyangka, Gedung yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda ini adalah cikal bakal keberadaan surat kabar pribumi.

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo pelakunya. Dengan bermodalkan bakat jurnalistik yang luar biasa Tirto mendirikan media 'Medan Prijaji' pada 1907 sebagai surat kabar nasional pertama dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi.

Tirto juga mendirikan soeoleoh keadilan dan putri hindia (1909). Media masa saat penjajahan kolonial umumnya mengutip berita politik pemerintah dari koran Belanda atau akrab disapa 'pers putih', namun tidak dengan media Tirto.

Dengan bakatnya dan jaringan yang cukup baik, medianya kala itu mengkritisi dan kebijakan kolonial yang semena-mena. Seperti memberi informasi, menjadi penyuluh keadilan, memberikan bantuan hukum, tempat orang tersia-sia mengadukan halnya, menggerakkan bangsanya untuk berorganisasi. Hal itulah yang dianggap bahaya oleh pemerintah Belanda.

Akibatnya Tirto kerap diteror bahkan mendapat hukuman. Pada 1912 Medan Prijaji runtuh.
Gedung tersebut tak semata melupakan sejarah Tirto yang memperjuangkan propaganda kepentingan bangsa.

Paling tidak hingga 1980 gedung yang sudah dijadikan bangunan cagar budaya ini masih kental dengan jurnalistik. Meski pada perkembangannya sempat juga berfungsi sebagai gedung Balai Pertemuan yang bernama Ons Genoegen.

"Dulu waktu saya masih belajar nari, akhir 1970 an masih banyak wartawan yang datang atau sebatas sharing sambil membawa mesin tik," kata staf YPK Lenni Mulyawati.

Namun itu tidak berlangsung hingga dewasa ini. Gedung YPK kini murni menjadi gedung pusat kebudayaan dan kesenian. Aktivitasnya hanya digunakan untuk para perupa.

Penelusuran merdeka.com, gedung yang memiliki luas tanah 2.955 m2 itu masih tampak kokoh. Kontur bangunan tampak asli. Lekukan dari ruang ke ruang mirip bangunan zaman Belanda.

Saat hendak masuk di muka atas bertuliskan Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, menjajakan langkah pertama kita langsung dipertemukan dengan aula besar, yang biasanya digunakan aktifitas latihan menari, kecapian, atau pameran. Ada juga aula besar satunya lagi, ini digunakan untuk pertunjukan.

"Karena ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, sehingga apapun jika ingin diperbaiki tidak boleh merubah bentuk aslinya," ujarnya.

Semula kata dia, gedung tak miliki pembatas, namun kini disekat untuk dijadikan ruangan per ruangan. Fungsinya untuk kebutuhan pengelola. "Ada ruangan untuk ketua, sekretaris dan ruangan lainnya," ujarnya.

Status Gedung YPK ini sekarang adalah milik negara, tapi hak penghunian adalah YPK. Sejak ditetapkan sebagai gedung kesenian pada 1949, gedung ini banyak menelurkan para seniman berprestasi.

Tidak sedikit seniman 'berumah' di YPK menunjukkan prestasi, seperti Bing Slamet, Upit Sarimanah, Ade Kosasih, Asep Sunandar, dan lainnya.

Pembenahan demi pembenahan dilakukan. Maklum gedung ini sudah cukup tua. Tahun 1976 penataan kembali ditingkatkan, secara bertahap dengan dana seadanya pengelola tak mau gedung ini terbengkalai.

Tidak sedikit dana yang dikeluarkan itu berasal dari kantong para aktivis pengurus YPK. Perjuangan paling berat adalah ketika memperjuangkan ruangan-ruangan yang akan dipergunakan oleh badan-badan lain agar tetap dipertahankan.

Dengan lokasi strategis di Kota Bandung, banyak yang ingin meruntuhkan gedung ini. Ada yang menginginkan untuk merubah jadi apartemen dan fungsi komersil lainnya.

Galaknya Medan Prijaji Bikin Belanda Moentah Darah


Galaknya Medan Prijaji bikin Belanda moentah darah
Kategori Peristiwa
Berita tag terkait {title} {title}

Tirto Adhie Soerjo. ©2013 Merdeka.com
4
 


Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo mendirikan surat kabar Medan Prijaji bulan Januari 1907. Medan Prijaji adalah surat kabar pertama milik pribumi yang dikelola pribumi dan mulai menjadikan pers sebagai alat politik dan kesadaran berbangsa.

Medan Prijaji mengusung motto suara bagi mereka semua yang terprentah. Atau untuk semua yang terjajah. Arti kata Medan Prijaji adalah arena para priyayi, alias kaum kelas menengah yang saat itu terdiri dari para bangsawan, pegawai pemerintahan, dan kaum intelektual. Tirto yakin kaum menengah di Hindia Belanda lah yang bisa mengubah kondisi.

Tulisan Tirto galak mengkritisi kelicikan kolonial Belanda. Karena itu Ki Hajar Dewantara menyebutnya jurnalis modern berpena tajam. Sementara itu murid Tirto, Mas Marco Kartodikromo menyebut tulisan Tirto kerap membuat panik pejabat kolonial.

"Raden MA Tirto Hadi Soerjo, joega seorang bangsawan asali dan joega bangsawan kafikiran. Boemipoetra jang pertama kali mendjabat journalist Boemipoetra di ini tanah Djawa, tadjam sekali beliau poenja penna. Banjak pembesar-pembesar jang kena kritiknya djadi moentah darah dan sebagian besar soeka memperbaiki kelakoeannja, jang koerang sopan," tulis Marco sebagai obituari kematian Tirto. Tulisan ini dimuat dalam Djawi Hiswara terbitan 13 Desember 1918.

Tulisan Tirto yang memotret ketidakadilan di antaranya 'Betapa Satu Pertolongan Diartikan'. Artikel ini menyoroti Aspiran Kontrolir A Simon dan Wedana Cangkrep Purworejo. Kasusnya, ada pemilihan lurah di Desa Bapangan, tetapi karena konspirasi kedua orang ini justru calon yang mendapat suara terbanyak dikriminalisasi dan dihukum. Dipilihlah saingannya yang sama sekali tidak mendapat dukungan dari rakyat.

Tirto marah luar biasa mendengar itu. Dia menyebut A Simon sebagai monyet ingusan. Medan Prijaji digugat dalam kasus ini. Demikian ditulis Pramoedya Ananta Toer dalam buku 'Sang Pemula'.

Lalu ada kritik Tirto soal penyalahgunaan wewenang Bupati Rembang Raden Adipati Djojodiningrat dan patihnya Raden Notowidjojo untuk menguasai kursi Bupati Tuban.

Tirto juga menyerang Gubernur Jenderal Idenburg yang melayat Djojodiningrat dengan menyewa iring-iringan 60 taksi. Tirto menyebut ini sebagai pemborosan uang rakyat.

Dia menulis para kepala desa yang memeras rakyatnya di Banten. Memungut pajak seenaknya tanpa aturan. Dalam tulisan yang diterbitkan Medan Prijaji tahun 1909 Tirto menonjok para birokrat kecil di pedesaan.

Seorang Lurah bernama Nada kerap melakukan korupsi. Mulai dari biaya pembangunan balai desa, kambing kurban, hingga uang warisan. Nada lolos dari jerat hukum, dia malah pergi ke Makkah untuk menyuci dosa. Pada masa itu memang ada kepercayaan orang berdosa bisa menghilangkan dosa jika pergi ke tanah suci.

"Untung benar kang Nada si kejam itu, bisa cuci dosanya ke Makkah dan tidak dituntut di muka hakim," geram Tirto.

Cicit Tirto Adhi Soerjo, Okky Tirto yang seorang jurnalis dan peneliti sejarah menjelaskan Medan Prijaji tak cuma menghajar Belanda. Jika ada borjuis-borjuis kecil yang merugikan rakyat, maka tetap akan dihajar. Sesuai dengan motto Medan Prijaji, suara bagi mereka yang terprentah atau yang terjajah.

Tentu saja pemerintah kolonial Belanda tidak begitu saja membiarkan sepak terjang Tirto. Dua kali Tirto ditangkap dan dibuang. Pertama Tirto dibuang ke Telukbetung, Lampung tahun 1910.

Tirto juga dihadapkan ke pengadilan dengan tudingan menghina gubernur jenderal dengan berita iring-iringan taksi. Tanggal 22 Agustus 1912, Tirto diputus bersalah. Dia dihukum empat bulan ke pembuangan, Medan Prijaji pun dinyatakan dibredel.

Tak hanya itu, seluruh kekayaan Tirto dan modalnya pun dilikuidasi pemerintah Belanda. Desember 1915, Tirto berangkat ke pembuangan di Ambon dengan putus asa. Berakhir sudah karir sang pelopor pers perlawanan ini.


Sumber: Merdeka.com

Jurnalis Berani dalam Cengkraman Intelijen Belanda


Jurnalis berani dalam cengkraman intelijen Belanda
Tirto Adhie Soerjo. 



Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo sadar betul menggunakan media sebagai corong suara rakyat. Dalam kondisi terjajah dia tidak gentar dengan resiko yang dihadapi atas tulisannya. Mulai dari dibuang, diasingkan, hingga dimiskinkan, hingga dalam pemakamannya tanpa iringan dan pemberitaan besar.

Menurut Iswara Noor Raditya Akbar penulis buku Karya-Karya Lengkap Tirto Adhi Soerjo: Pers Pergerakan dan Kebangsaan, yang diterbitkan Indonesia Buku (2008), apa yang dilakukan Tirto melalui kritik dan pemberitaan-pemberitaannya yang membuat merah kuping pejabat kolonial dilakukan dengan sadar.

Iswara mencontohkan yang dikutipkan dari bukunya, pada November 1902, melalui Pembrita Betawi, Tirto menggilas persekongkolan pejabat di Madiun. JJ Donner, Residen Madiun, merasa terganggu dengan Brotodiningrat, Bupati Madiun yang membuat keinginan tidak terpenuhi. Akhirnya Donner berkonspirasi membuat laporan palsu untuk melengserkannya. Donner bekerjasama dengan Mangoen Atmodjo, Patih Madiun dan Jaksa Kepala Madiun Adipoetro.

"Tirto tidak tinggal diam, lantas mengumpulkan data tentang ketidakbenaran laporan Donner. Kepalan tulisan Tirto di Pembrita Betawi muncul secara kontinyu dari April hingga Agustus 1902," tulis Iswara dalam bukunya.

Dalam kelanjutan pemberitaan itu ternyata mendapat perhatian publik. Tidak sampai di situ, pemerintah kolonial juga serius mengikuti pemberitaan itu. Bahkan dalam riset Iswara, pemerintah kolonial sampai perlu untuk menurunkan petugas khusus bagian Penasihat Urusan Bumiputera, Snouck Hurgronje, untuk kembali memeriksa kasus itu.

Dalam penjelasan Iswara, setelah kasus itu diperiksa kembali, ternyata data-data pemberitaan Tirto tidak ada yang salah. Sampai akhirnya pemerintah kolonial mengklarifikasi keputusan, bahwa Brotodiningrat adalah korban salah tafsir. Dengan akurasi pemberitaan atas kasus itu nama Tirto mencuat sebagai pewarta yang berani.

Dengan reputasi dan keberanian ditambah dengan kemampuannya dalam menulis membuatnya bisa dekat dengan siapa saja, termasuk dengan pejabat kolonial sendiri. Bahkan Tirto akrab dengan Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz yang memerintah pada 1904-1909.

Berteman dengan orang nomor satu di Hindia Belanda tentu memiliki keistimewaan tersendiri. Menurut Okky Tirto, salah satu cicit Tirto menjelaskan, dengan keistimewaan itu Tirto dengan bebas keluar masuk Gedung Bola (Societeit de Harmonie), tempat hiburan favorit pejabat kolonial kala itu.

"Gedung Bola itu tempat main biliar, tidak sembarang orang bisa masuk saat itu. Gedungnya yang menjadi kantor sekretariat negara," kata Okky saat ditemui merdeka.com pada Rabu (06/2) malam.

Okky yang membahas juga Medan Prijaji dalam skripsinya di program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta menilai kedekatan itu Tirto dengan van Heutsz karena keduanya sama-sama pencinta ilmu pengetahuan terutama dengan kemunculan renaisans atau modernisme di Eropa.

Van Heutsz tidak lama menjabat di Hindia Belanda. Setelah masa jabatan selesai dia digantikan oleh Gubernur Jenderal Idenburg. Sosok yang kemudian jengah dengan pemberitaan-pemberitaan Tirto melalui Medan Prijaji dan media lainnya. Bahkan saking takutnya Idenburg perlu memerintahkan intelijen khusus untuk mengawasi Tirto.

Dalam catatan Iswara, pemerintah kolonial di masa Idenburg seperti ekstra dalam mengawasi gerak gerik Tirto. Staf khusus yang terus mengawasi Tirto adalah Rinkes, seorang staf khusus penasihat urusan bumiputera yang pernah dijabat Snouck Hurgronje. Hal yang berbeda dari penugasan Rinkes dengan Snouck Hugronje adalah, Rinkes hanya ditugaskan secara khusus menangani Tirto sedangkan Snouck mengawasi masyarakat Aceh.

Setelah melalui berbagai cara dilakukan pejabat kolonial melalui Rinkes, akhirnya Tirto berhasil dibungkam dengan cara difitnah dan dibawa ke pengadilan. Kemudian setelah itu dibuang ke Ambon. Iswara mencatat, pada awal 1914, Tirto kembali ke Batavia, namun dalam kondisi dikontrol dan ditumbangkan.

Okky juga selaras dengan isi riset dalam buku Iswara, setelah dibuang Tirto dibungkam dengan berbagai cara. Mulai dimiskinkan dengan mengambil semua aset-aset perusahaannya dan tidak diperbolehkan bertemu dengan siapa pun.

"Hotel Medan Prijaji miliknya sendiri pun diambil orang lain dan dia dikurung dalam salah satu kamar di dalamnya, bisa dibayangkan bagaimana kondisi orang seperti itu," ujar Okky lebih lanjut.

Dalam menjelaskan penumbangan mental Tirto itu, Okky menjelaskannya seperti Bung Karno yang disekap dalam rumahnya dan tidak bisa ditemui siapa pun, bahkan oleh keluarganya sekali pun. Selain itu Okky memberitahukan lokasi hotel milik Tirto saat itu adalah yang sekarang menjadi kantor PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Pada 7 Desember 1918, dalam catatan Iswara dan Muhidin M Dahlan dalam epilog buku itu menyebutkan, hanya iringan kecil mengantarkan jasad Tirto menuju pemakamannya di daerah Mangga Dua. Tidak ada pidato sambutan atau pemberitaan besar seperti yang dia lakukan dalam hari pemakamannya.

Baru pada 1973 pemerintah Orde Baru menganugerahinya gelar sebagai perintis pers Indonesia. Kemudian pada 2007 kembali ditegaskan Tirto sebagai pahlawan nasional. Kini pusara makamnya berada di kawasan Belender Bogor.


Sumber: Merdeka.com